Bismillah.
Tingginya kekayaan suatu wilayah dan masyarakatnya bukanlah penentu apakah wilayah tersebut dan masyarakatnya bisa terlepas dari jerat penggunaan karya cipta teknologi secara ilegal dalam hal ini perangkat lunak (en: software). Begitu juga sebaliknya, wilayah yang miskin belumlah tentu tingkat penggunaan karya cipta teknologi secara ilegal di wilayah tersebut tinggi. Sebagai contoh kita bisa lihat Amerika Serikat dengan PDB (Pendapatan Domestik Bruto) yang cukup tinggi tidak menjadikan Amerika Serikat terhindar dari jerat penggunaan perangkat lunak (en: software) secara ilegal, malah menjadi negara yang mengalami kerugian tinggi berdasarkan survei BSA (Business Software Alliance).
Pun, tingginya tingkat kepintaran suatu wilayah dan masyarakatnya bukan menjadi penentu apakah wilayah tersebut bisa terlepas dari jerat penggunaan karya cipta teknologi secara ilegal. Begitu juga sebaliknya. Sebagai contoh negara Jepang adalah negara dengan tingkat kepintaran yang tinggi namun menjadi negara dengan kerugian akibat penggunaan perangkat lunak secara ilegal cukup tinggi di Asia Pasifik setelah Indonesia.
Lalu bagaimana dengan syariat agama? Apakah bisa bisa menjadi benteng suatu wilayah dan atau masyarakat agar terhindar dari jerat penggunaan karya cipta teknologi secara ilegal? Seharusnya bisa, namu kenyataannya tidak. Islam adalah agama terbaik dan Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam tapi ini tidak menjadikan Indonesia sebagai negara yang terbebas dari jerat penggunaan karya cipta teknologi secara ilegal. Berdasarkan data survei BSA tingkat penggunaan perangkat lunak secara ilegal di Indonesia mencapai 83%, sangat tinggi.
Dari sini kita belajar bahwa tinggi rendahnya tingkat penggunaan karya cipta teknologi secara ilegal bukan ditentukan oleh kekayaan, kecerdasan, atau agama semata melainkan ada faktor lain yang ikut berperan di dalamnya. Mental.
Mental sebuah masyarakat dalam menerima bahwa penggunaan karya cipta teknologi secara ilegal adalah salah apapun alasannya. Mental sebuah masyarakat untuk mau memperbaiki dan berubah ketika telah datang berita atau ilmu kepada mereka. Mental masyarakat untuk mau belajar dan mempelajari hal-hal baru untu perubahan yang lebih baik. Mental sebuah masyarakat untuk mau keluar dari zona nyaman yang nyatanya hanya sebuah ilusi dan membuat hati mati karena menganggap kesalahan sebagai kebenaran sebab dilakukan terus-menerus dan bersama-sama.
Jadi bagaimana dengan Anda?
Barakallahu fiikum
Tulisan ini berada di bawah naungan lisensi (perjanjian pengguna) Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Social Media